5.28.2011

Ibu dan Laptop



Ibuku, umur 69 tahun, baru saja membeli laptop agar bisa membaca blog anak-anaknya dan untuk bisa berkomunikasi dengan anak dan cucu via skype. Ini memang risiko kami yang tinggal berjauhan.

Kami 4 bersaudara. Anak pertama, perempuan, tinggal di Mesir. Anak kedua tinggal di Medan, anak ke tiga, laki-laki tinggal di Qatar. Aku sendiri, si bungsu tinggal di Jakarta. Ibu tinggal di Medan, bersama kakak. Walaupun rumah ibu dan kakak bersebelahan, tapi kakakku juga sibuk.

Ibuku sendiri dulunya seorang dosen di Universitas Sumatera Utara. Setelah pensiun, ibuku tidak mau mengajar lagi, padahal tawaran mengajar masih ada. Setelah ayah meninggal dan kakak menikah, ibuku tinggal dirumah bersama adiknya. Sepi, tentu saja.


Sekarang ibu sudah punya laptop. Tapi ibu tid
ak bisa menggunakannya. Jadilah kakakku yang mengajarkan ibuku menggunakan laptop. Kami juga menyarankan ibu punya akun facebook agar bisa memantau kegiatan anak-anaknya dari jauh.


Aku salut sama ibu. Di umurnya yang menginjak 69 tahun, tapi tetap tidak mau ketinggalan sama teknologi. Tetap mau belajar sesuatu yang baru. Tetap mau update informasi diluar sana.

Dan yang paling disadari oleh ibu, teknologi itu mem
permudah komunikasi. Komunikasi itu obat kerinduan buat kami yang tinggal berjauhan.

Tadi ibu baru telpon, "isti, kenapa blog isti yang Amazing Indonesia itu photonya kecil sekali? trus blog isti yang Time to change gimana cara bukanya? kak lida baru ajari ibu buka yang amazing aja..."



Rasanya pengen sekali terbang ke Meda
n, mengajari ibu....


PS : Photo pertama : photo aku dan ibu ketika di Belitung
Photo kedua : photo ibu naik ayunan di pulau Burung sehabis stress naik kapal nelayan :)

5.21.2011

Lelaki Tua




Lelaki tua itu biasa duduk di depan pagar rumahnya, dengan kursi reot yang mengayun-ayun badannya. Tidak banyak yang ia lakukan, selain hanya duduk-duduk dan memperhatikan orang-orang yang lewat di depan rumahnya.

Orang-orang memanggilnya Engkong. Ya, dia memang pria keturunan Tionghoa yang tinggal tidak jauh dari rumahku. Rumah kami hanya selisih 2 rumah. Sehingga ketika aku membuka pagar kerap kali melihat Engkong yang duduk tanpa mengenakan baju, bertelanjang dada. Sesekali ia menyapa dengan gaya ramahnya, "Mau pergi kerja, Uni?".

Kadang aku merasa aman dengan adanya Engkong yang suka duduk di depan rumahnya. Dengan demikian, secara tidak langsung, ia menjaga rumahku yang sering kosong. Engkong memang mengenal baik orang-orang disekeling kompleks kami. Sehingga jika ada orang asing yang lewat, dia pasti akan curiga. Makanya aku selalu merasa aman meninggalkan rumah dalam keadaan kosong.


Pernah, sekali waktu, mobilku mogok. Aku panik sekali. Gak ada orang yang bisa menolongku, karena aku sedang tinggal sendirian dirumah. Dengan sigap, si Engkong menawarkan bantuan. Dia mengecek mobilku dan bilang "ini akinya udah soak. Harus diganti." Lalu, aki mobil yang nyaris kering itupun diisinya dan, sim salambim, entah apa yang Engkong lakukan, si mobil bisa nyala!. Engkong pun bercerita waktu masih muda ia pernah punya bengkel. Karena persaingan yang ketat, bisnis bengkelnya pun karam.

Engkong tinggal bersama anak laki-lakinya. Sebenarnya ia juga risih tinggal bersama menantu perempuan, tapi anaknya inilah yang paling mampu diantara anaknya yang lain. Di umurnya yang menginjak 71 tahun, ia tidak memiliki sumber nafkah yang lain selain bergantung pada anaknya.

Sudah lama aku tidak berbincang dengan Engkong. Sejak aku mulai kerja dan sibuk dengan urusan lainnya. Aku hanya mendengar kabar bahwa Engkong sedang sakit. Tapi entah mengapa aku tidak sempat menjenguknya. Sampai aku mendengar kabar, bahwa Engkong meninggal.

Aku pun segera datang ke rumah duka. Sesampai disana, aku tidak merasakan haru biru kesedihan layaknya orang tua meninggal. Tidak ada tangisan dan air mata. Tidak ada penghormatan yang layak terhadap Engkong.Engkong beru meninggal sekitar 45 menit yang lalu. Belum lama. Aku melihat Engkong yang masih berbaring di kamarnya.

Kamarnya lebih layak kusebut gudang. Ada tv reot, ember, payung, sarung yang bergantung dan pernak-pernik yang penuh sesak. Jendelanya pun seadanya. Sehingga aku dapat merasakan pengapnya kamar Engkong.

Aku melihat ekspresi wajah mereka satu per satu. Tak ada kesedihan. Sepertinya kepergian Engkong adalah suatu kelegaaan. Bahkan belum satu jam meninggal, jenazah Engkong hendak di kremasi malam itu juga. Ini memang pesan Engkong yang beragama Konghucu, kalo kelak dia meninggal, dia ingin dikremasi dan dibuang ke laut.

Anak-anak Engkong banyak yang beragama Islam, termasuk anak dimana Engkong tinggal. Mereka muslim yang taat. Tapi Engkong memang tidak tertarik memeluk agama Islam dan tetap setia pada agama leluhurnya, Konghucu.

Sehingga, di hari kematian Engkong, tak ada terdengar ayat-ayat Qur'an lazimnya orang meninggal. Semua merasa bingung bagaimana caranya mendoakan Engkong. Termasuk para tetangga. Konon, kabarnya, doa orang yang tidak seiman, tidak akan sampai ke Tuhan.

Aku sendiri merasa sedih. Bukan karena aku takut doaku tidak sampai, tapi sedih karena Engkong tidak mendapatkan penghormatan dari anak-anaknya. Bahkan ketika sakitpun, Engkong tidak dibawa ke Rumah Sakit. Alasannya, si Engkong tidak mau.

Aku jadi ingat Ayah. Walau sudah 3 tahun yang lalu Ayah meninggal, sampai detik inipun aku masih menangis mengingatnya. Kenangan bersamanya abadi dalam jiwaku. Aku menangis. Menangis karena ingat sama Ayah.

5.19.2011

Keep On Moving



If you don't hope, you will not find what is beyond your hopes - Najam Awan

Lihatlah hari ini, mentari pagi masuk dari sela-sela jendela. Burung-burung berkicauan, bunga-bunga bermekaran, dan langit biru menyambut harimu. Bangunlah, mulailah aktivitas hari ini dengan riang.

Hapus semua kesedihanmu. Bertekadlah, bahwa apa yang terjadi pada dirimu, adalah sebuah pelajaran hidup yang sangat berharga. Dia tidak hanya menempa batinmu menjadi kuat tapi juga membuatmu lebih menghargai hidup.


Tetaplah berbuat baik pada orang menyakitimu. Membalas rasa sakit akan membuat jiwa kita bertambah sakit. Jangan kotori hatimu yang suci menjadi debu. Biarkan dia tetap berharga.


Berkaryalah sebaik mungkin, lakukan hal-hal terbaik yang bisa kau lakukan. Karena orang dihargai dengan karyanya. Bukankah melakukan hal terbaik dalam hidup membuat kita lebih 'hidup'?

Dan selalu bersyukur pada Tuhan. Lihatlah orang-orang disekeliling kita yang mengalami cobaan hidup lebih berat. Serta percaya bahwa Tuhan punya cara tersendiri untuk menunjukkan sayang-Nya pada kita.

So, keep on moving and do the best.

~ Nasihat untuk diri sendiri ~

5.06.2011

Hijrah



"Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (QS. Al-Jumuah : 10)

Hijrah sudah ada pada zaman Nabi Muhammad SAW untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Sehingga Allah pun menyarankan agar bertebaran kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah sebanyak-banyaknya.

Jadi, kalau memang kehidupan disini memang sudah tidak ada harapan, maka segeralah hijrah untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Di Indonesia, suku yang paling banyak merantau adalah suku Minang. Dimana-mana ada orang Minang. Apalagi dengan adanya sistem warisan Minang yang berhak atas harta warisan adalah perempuan, maka para pria diharapkan berjuang sendiri untuk kehidupannya.


Untuk di seluruh dunia, penduduk China yang paling banyak merantau hingga dimana-mana kita bisa bertemu orang China dengan beragam kewarganegaraan. Diantara orang Minang dan orang China ini ada kesamaan yang cukup melekat, yaitu mereka tidak meninggalkan bahasa ibunya. Mereka cukup teguh melestarikan budayanya.

Di keluarga saya sendiri, ada kakak dan abang saya yang merantau ke luar negeri untuk mencari sesuap nasi segenggam berlian #halah!. Cukup sedih ketika mengetahui bahwa kami harus berjauhan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Tapi disisi lain, saya bahagia melihat mereka.

Kemarin, saya mengantar kakak saya yang kebetulan suaminya dapat kerja di Mesir. Ada haru, ada bahagia.

Lalu, suami saya bertanya "Isti, gimana kalau kita pindah ke Surabaya? Ada tawaran menarik disana". Rasanya berat sekali meninggalkan kehidupan di Jakarta yang sedang kami bangun. Memulai sesuatu yang baru, dimana tidak ada sanak keluarga dan meninggalkan yang sudah ada memang berat. Saya memilih untuk bertahan di Jakarta. Toh, kami juga sudah merantau dari Medan ke Jakarta. Tapi kalau ada tawaran ke luar negeri saya ikuuttt.. :)

5.05.2011

Pulang



Aku ingin pulang
ke rumah dimana seharusnya aku tinggal
tempat bersemayam buih-buih cinta
yang memberiku kekuatan

Aku ingin pulang
setelah lelah dari pengembaraan
bertemu para musafir yang kesepian
yang membuat aku tersesat


Aku lupa jalan pulang
Hatiku sibuk mencari mimpi yang semu
mengejar air di gurun pasir hanya untuk memuaskan dahaga
akan kebahagiaan

Kini, aku lelah...
ternyata aku hanya membangun mimpi yang rapuh
ternyata aku hanya mengejar impian semu
Kosong...

Aku ingin pulang...